GOSIPGARUT.ID — Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah tembus 11 ribu kasus di 27 kabupaten/kota. Menyikapi hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat meminta masyarakat untuk serius menerapkan 3M Plus.
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengatakan, 3M Plus yakni menguras dan menutup tempat penampungan air, lalu mengolah barang bekas yang berpotensi menjadi tempat genangan air, wajib dilakukan. Termasuk plusnya dengan memelihara ikan atau hewan pemakan jentik dan menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk.
Sebab tanpa langkah tersebut, lanjut dia, akan sulit meredam lonjakan kasus DBD yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti tersebut. Maka dari itu, peran aktif masyarakat diakuinya sangat dibutuhkan guna menekan jumlah korban jiwa akibat DBD melalui gerakan 3M Plus.
“Harus melakukan 3M Plus itu, oleh masyarakat,” ujar Bey.
Selain itu, dia mengaku juga turut menginstruksikan seluruh fasilitas kesehatan (Faskes) seperti rumah sakit dan Puskesmas selalu menyediakan obat untuk DBD, khususnya bagi anak-anak. Serta tentunya kesiapsiagaan Faskes juga harus terjaga, guna menangani pasien korban DBD.
“Saya sudah memerintahkan kepada RSUD, rumah sakit, Puskesmas untuk menyediakan obat DBD, terutama infus. Untuk anak yang demam lebih dari satu hari, sebaiknya dibawa ke Puskesmas untuk di cek. Sementara masih kesiapsiagaan rumah sakit dan Puskesmas,” ucapnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat Vini Adiani Dewi merinci, hingga 20 Maret 2024 kemarin. Telah dilaporkan terjadi 11.058 kasus DBD di 27 kota/kabupaten. Kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Kota Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Subang.
Korban yang meninggal akibat DBD total berjumlah 96 korban jiwa, dengan rincian Kabupaten Bandung 14 orang meninggal, Kabupaten Subang 13 orang, lalu Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat masing-masing delapan orang.
“Terbanyak di range umur 5-14 tahun. Dalam hal ini anak-anak, baik angka kematian maupun angka kesakitan,” terang Vini.
Ia menerangkan sejatinya pada Maret ini kasus DBD sudah cenderung turun ketimbang Januari dan Februari 2024. Di mana berdasarkan data Dinkes Jabar, pada Januari kemarin terjadi empat ribuan kasus DBD, lalu Februari lima ribuan kasus dan sedangkan di Maret ini per tanggal 20, dilaporkan baru terjadi sekitar 500 kasus.
Penurunan kasus ini, diakui Vini, akibat dua faktor, yakni berkurangnya jumlah curah hujan karena bertransisi ke musim kemarau serta adanya peran aktif masyarakat di daerah dalam menerapkan 3M Plus.
“Jadi saya ingatkan kembali kepada masyarakat, bahwa DBD ini adalah penyakit sepanjang tahun. Artinya, kapanpun kita harus siap. Sebetulnya tergantung lingkungan. Walaupun kasus menurun, saya tetap ingin waspada. Perkembangbiakan masih mungkin terjadi. Pemantauan jentik di rumah masing-masing paling utama. Tempat yang memungkinkan air bersih menggenang, hayu kita bersihkan,” ajaknya.
Sebab, tambah Vini, walaupun per Maret kasus DBD turun, ada dugaan tahun ini masuk dalam siklus dua tahunan. Di mana kemungkinan lonjakan kasus selalu berpotensi terjadi, apalagi sekarang sedang dalam fenomena La Nina yang memengaruhi cucaca.
“Ada siklus lima tahunan dan dua tahunan. Nah ketika itu, jumlah akan meningkat. 2022 lalu kurang lebih ada 32 ribu kasus. Lalu di 2023 menurun di 19 ribu kasus. Tahun ini dikhawatirkan bisa saja menjadi siklus dua tahunan itu. Belum lagi kita harus hati-hati dengan La Nina,” tuturnya.
Sejauh ini, kata Vini, Pemprov Jabar telah melakukan beragam upaya untuk menekan angka kasus DBD. Mulai dari mengeluarkan surat edaran kewaspadaan, membagikan alat rapid test untuk DBD di Puskesmas, pendistribusian abate dan larvasida, juga APD serta bahan sosialisasi guna bersama-sama mengurangi kasus DBD di Jawa Barat. (IK)