GOSIPGARUT.ID — Bukan sekadar tempat warga mengadu, Bale Pananggeuhan di Gedung Sate kini jadi ruang penuh kehangatan. Di tempat ini, keluhan rakyat tak hanya didengar — tapi juga disambut dengan semangkuk Mie Kocok hangat.
Senin (6/10/2025), suasana di ruang pelayanan publik yang baru diresmikan itu terasa berbeda. Warga datang silih berganti membawa harapan, curahan hati, dan keluhan hidup. Namun alih-alih suasana tegang, mereka justru disambut aroma gurih Mie Kocok Bandung yang menggoda selera.
Inilah wajah baru pelayanan publik Jawa Barat: empatik, membumi, dan berjiwa lokal.
“Ketika mereka menyampaikan keinginan, harapan, atau pengaduan, kita juga menyiapkan jamuan. Jadi dilayani sepenuh hati. Bisa dilihat, mungkin ada yang datang dari Cirebon, Indramayu, Bekasi — semua disiapkan jamuan ala kadarnya, ada makanan segala macam,” ujar Iip Hidajat, Analis Kebijakan Utama Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setda Provinsi Jawa Barat, usai meninjau Bale Pananggeuhan.
Menurut Iip, semangkuk mie kocok bukan sekadar suguhan, tapi simbol penghormatan terhadap suara rakyat. Pemerintah ingin menunjukkan bahwa setiap keluhan ditanggapi dengan sungguh-sungguh, bukan sekadar formalitas birokrasi.
“Mudah-mudahan membuat mereka merasa ditanggapi dan lebih tenang, bahwa kita Pemerintah Jawa Barat serius,” katanya.
Dari “Tempat Mengadu” Jadi “Tempat Bersandar”
Nama Bale Pananggeuhan sendiri punya makna mendalam. Dalam bahasa Sunda, pananggeuhan berarti “andalan” — tempat di mana masyarakat bisa bersandar saat menghadapi persoalan hidup.
“Artinya andalan. Kita harapkan ini bisa jadi tempat andalan masyarakat,” tutur Iip.
Lebih dari sekadar pos pengaduan, Bale Pananggeuhan menjadi manifestasi baru dari pelayanan publik berperasaan — di mana birokrasi bersua dengan rasa, dan pemerintah belajar mendengarkan bukan dari meja kerja, melainkan dari hati rakyatnya.
Mie Kocok: Diplomasi Rasa antara Pemerintah dan Rakyat
Ada makna tersendiri di balik pilihan jamuan Mie Kocok. Hidangan khas Bandung itu menjadi simbol kedekatan budaya sekaligus bentuk soft diplomacy antara pemerintah dan warganya. Hangat, sederhana, tapi mengenyangkan — seperti pesan moral di balik gerakan ini.
Langkah ini juga menjadi pesan bahwa pelayanan publik tak harus kaku dan berjarak. Bale Pananggeuhan ingin menunjukkan, pemerintah bisa hadir dengan senyum, secangkir teh, dan semangkuk mie, tanpa kehilangan wibawa.
Sebab di Jawa Barat, melayani rakyat tak hanya urusan administrasi — tapi urusan rasa. ***