Oleh: Zamzam Zaenulhaq
PERNYATAAN yang dilontarkan oleh Wakil Ketua Umum Persaudaraan Pangkas Rambut Garut (PPRG), Eldy Supriyadi, yang membela dr. Helmi Budiman dari tudingan raport merah dengan alasan posisi Helmi sebagai Wakil Bupati hanya bersifat pendamping, perlu ditelaah lebih dalam.
Meskipun secara struktural Wakil Bupati memang tidak memiliki wewenang penuh seperti Bupati, ini tidak berarti bahwa Helmi Budiman sepenuhnya bebas dari tanggungjawab atas berbagai kebijakan dan kegagalan pembangunan di Garut.
Sebagai Wakil Bupati, dr. Helmi Budiman adalah bagian dari pemerintahan yang dipilih secara berpasangan bersama Bupati Rudy Gunawan. Dalam sistem pemerintahan daerah, posisi Wakil Bupati bukan hanya sekadar simbol atau pendamping pasif, melainkan memiliki fungsi strategis dalam membantu jalannya pemerintahan dan memberikan masukan serta kritik terhadap kebijakan yang dijalankan oleh Bupati.
Oleh karena itu, apabila ada kebijakan yang tidak tepat atau proyek yang mangkrak, Wakil Bupati seharusnya turut bertanggung jawab.
Kritik tajam dari Eksponen 98 terhadap Helmi Budiman didasarkan pada kinerja dan peran aktifnya selama dua periode kepemimpinan Rudy Gunawan. Tudingan bahwa Helmi tidak terlibat dalam pengambilan keputusan besar dalam pembangunan Garut adalah klaim yang lemah. Wakil Bupati memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk turut mengawasi, memberikan solusi, serta menegur kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat.
Sebagai contoh, proyek-proyek mangkrak seperti pembangunan Gedung PKL 1 dan 2, SOR Ciateul, hingga Bumi Perkemahan Garut bukan hanya tanggung jawab Bupati, melainkan juga Wakil Bupati yang semestinya memperhatikan jalannya proyek-proyek tersebut.
Jika Helmi Budiman tidak mengambil peran kritis atau tidak berupaya mengoreksi kebijakan yang salah, maka ia secara tidak langsung juga berkontribusi dalam kegagalan tersebut.
Selain itu, dalam beberapa kasus, Wakil Bupati juga berperan dalam pelaksanaan program-program daerah, termasuk program pelayanan publik dan penyerapan anggaran. Tidak hanya Bupati, Wakil Bupati juga terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran, serta memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa anggaran yang digunakan tepat sasaran dan sesuai dengan kepentingan rakyat.
Pernyataan bahwa Helmi Budiman tidak dapat disalahkan atas kegagalan pemerintahan Rudy Gunawan juga bertolak belakang dengan kenyataan bahwa pasangan Helmi-Rudy memenangkan Pilkada secara bersama-sama. Artinya, masyarakat memilih mereka sebagai satu paket kepemimpinan. Jika Rudy Gunawan dianggap gagal, maka Helmi Budiman sebagai pasangannya juga tidak bisa lepas dari tanggung jawab.
Secara de facto, potensi keterlibatan dr. Helmi Budiman terkait beberapa kebijakan yang dianggap gagal memang dapat dibenarkan. Meski perannya terbatas, Helmi tidak sepenuhnya pasif, terutama dalam proyek-proyek besar yang mengharuskan koordinasi dengan Wakil Bupati.
Namun, secara de jure, Helmi Budiman juga tidak bisa menghindari tuduhan kegagalan pada beberapa program, karena dalam pertanggungjawaban penggunaan APBD yang disahkan melalui Paripurna, tanda tangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selalu menyertai setiap keputusan anggaran.
Ini berarti, secara hukum, Helmi Budiman turut bertanggung jawab atas setiap penggunaan anggaran yang telah disetujui bersama-sama dengan Bupati.
Di dalam regulasi yang berlaku, baik UU Aparatur Sipil Negara, UU Pemerintah Daerah, dan UU Protokoler, Bupati dan Wakil Bupati adalah pejabat negara yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya memiliki peran yang saling melengkapi dalam menjalankan tugas pemerintahan dan bersama-sama bertanggung jawab atas hasil yang dicapai selama masa pemerintahan.
Hal ini menegaskan bahwa peran Wakil Bupati tidak dapat diabaikan, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam mempertanggungjawabkan hasil pembangunan di daerah.
Di sisi lain, Eldy Supriyadi yang menuding kritik ini salah sasaran juga mengabaikan fakta bahwa Helmi Budiman kini maju sebagai calon Bupati Garut. Masyarakat Garut memiliki hak untuk mengevaluasi dan menilai rekam jejak Helmi selama menjabat sebagai Wakil Bupati.
Ini adalah bagian dari proses demokrasi yang sehat, di mana masyarakat mempertanyakan kinerja dan tanggung jawab calon pemimpin yang ingin kembali mencalonkan diri.
Menyalahkan Rudy Gunawan secara sepihak tanpa mempertimbangkan peran Helmi Budiman sebagai Wakil Bupati adalah sikap yang tidak adil dan merendahkan fungsi Wakil Bupati itu sendiri. Apalagi, banyak kebijakan yang seharusnya bisa diperbaiki atau dikoreksi oleh Helmi Budiman jika ia menjalankan fungsinya dengan lebih tegas dan aktif.
Dalam kontestasi Pilkada, rakyat perlu mendapatkan gambaran yang utuh tentang bagaimana kinerja kedua pemimpin ini. Helmi Budiman tidak bisa mengklaim prestasi tanpa menerima kritik atas kegagalan-kegagalan yang terjadi di masa pemerintahannya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk menilai secara obyektif peran masing-masing tokoh politik, termasuk Helmi Budiman, dan melihat apakah mereka benar-benar layak untuk memimpin kembali Garut.
Kesimpulannya, Wakil Bupati tetap bertanggung jawab atas kebijakan yang tidak tepat, terutama jika ia tidak menunjukkan keberanian untuk menegur atau memperbaiki kebijakan yang merugikan masyarakat. ***
Penulis adalah Sekjend Brigade Rakyat