GOSIPGARUT.ID — Lembaga Bantuan Hukum Brigade NKRI (LBH BN) melaporkan penyelenggara Pemilu 2024 Kabupaten Garut yakni Ketua Bawaslu, Komisioner KPU, PPK dan PPS lantaran mencium dugaan tindak pidana Pemilu dan administrasi yang dilakukan caleg DPR RI Dapil XI Jabar berinisial LL dan MHA ke Sentra Gakkumdu Jabar.
Ketua Bawaslu berinisial AY yang tergabung di Panwas, diduga melakukan kecurangan dan jual beli suara kepada caleg DPR RI dari dua partai berbeda yaitu LL dan MHA.
Ketua LBH BN Ivan Rivanora mengatakan, kecurangan yang dilakukan Ketua Bawaslu Kabupaten Garut tersebut terjadi saat PPS dan KPPS sedang melakukan rekapitulasi surat suara yang tidak dijaga saksi pada malam hari di atas pukul 10 malam.
Adapun modusnya, lanjut dia, yang bersangkutan mengganti angka C1 hasil di setiap KPPS di hampir 42 kecamatan di Kabupaten Garut, khususnya Garut Selatan di mana sebagian besar kecamatan dan TPS tidak terkoneksi internet sehingga terjadi penundaan upload C1 ke sistem rekapitulasi KPU.
“Yang pertama melihat uraian berdasarkan jadwal Pemilu DPR RI, DPRD, DPD, dan Pilpres, khusus DPR RI kami menemukan beberapa dugaan pelanggaran pemilu seperti money politic, manipulasi data, dan penggelembungan suara yang terjadi di beberapa kecamatan (PPK dan desa) di Kabupaten Garut,” beber Ivan usai melapor ke Sentra Gakkumdu Jabar, Kota Bandung, Selasa 26 Maret 2024.
Ia menjelaskan, kedua terduga berinisial LL dan MHA diduga memerintahkan Ketua Bawaslu Kabupaten Garut untuk melakukan penggelembungan suara.
“Beliau diduga memerintahkan Ketua Bawaslu Kabupaten Garut, kemudian Ketua Bawaslu Kabupaten Garut memerintahkan PPK dan PPS untuk melakukan penggelembungan suara, jadi by request per kecamatan target 1000-2000 (suara),” paparnya.
Atas dugaan tindak pidana Pemilu tersebut, Ivan mengatakan bahwa terduga pelaku dapat diancam pidana penjara empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
“Setelah saya kaji di dalam UU Nomor 7 tahun 2017 Pasal 532 terkait penggelembungan suara, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara, peserta pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta,” ungkapnya.
Tidak semua PPK terlibat
Ivan pun menyebutkan, tidak semua PPK terlibat dalam tindak pidana tersebut, namun dugaan tindak pidana pemilu tersebut hanya dilakukan caleg LL dan MHA di beberapa wilayah.
“Dugaan pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum Ketua Bawaslu Kabupaten Garut, yang kedua PPK. PPK di Garut ini ada 42 keseluruhan, namun yang dilakukan mapping untuk melakukan hal perbuatan tersebut hanya beberapa PPK, antara lain PPK Tarogong Kaler, Banyuresmi, Pasirwangi, Leles, Leuwigoong, Cilawu, Cisurupan, Cikajang, Banjarwangi, Pameungpeuk, Pakenjeng, dan Cisewu. Nah itu untuk LL, jadi tidak total semua hanya beberapa saja yang memang si PPK nya mau,” ungkapnya.
Sementara MHA, tambah Ivan, pada PPK Garut Kota, Karangpawitan, Tarogong Kaler, Banyuresmi, Leles, Cibatu, Kersamanah, Bayongbong, Cisurupan, Banjarwangi, Cihurip, Pameungpeuk, Cisompet, Cibalong, dan Cikelet.
Atas dugaan tindak pidana pemilu tersebut, Ivan menegaskan bahwa LBH BN melaporkan Ketua Bawaslu Kabupaten Garut, PPK, dan PPS yang diduga terlibat.
“Dugaan yang kami layangkan terkait dengan tindak pidana pemilu, yang pertama gratifikasi dari pihak caleg tersebut kepada penyelenggara pemilu di Kabupaten Garut, dalam hal ini oknum Ketua Bawaslu, oknum PPK, dan oknum PPS,” tuturnya.
Dalam pelaporan ini, LBH BN juga mengadukan dugaan pemalsuan terkait manipulasi data, termasuk sisi administrasinya.
“Jadi baik tindak pidana pemilu, administrasi, kemudian money politic, tiga-tiganya kita laporkan,” tegasnya.
Terkait berita oknum KPU Jabar
Sementara itu, terkait berita viral di media sosial yang diduga melibatkan Komisioner KPU Jabar, Ivan menilai bahwa kuat dugaan caleg LL juga melakukan manuver ke KPU Jabar.
“Kalau untuk itu memang kemarin kita kan taunya pas viral, cuman kan viral juga perlu adanya klarifikasi terkait dengan kebenarannya. Tapi kalau rangkaian seperti halnya di medsos itu ada statement dari pihak keluarga caleg tersebut. Jadi, tadinya karena dia tau kalah, dia mau melakukan manuver ke KPU Jabar, kita gak tau siapa di KPU Jabar, ternyata di-posting beneran, ternyata saudari AN,” ucapnya.
Atas berita viral tersebut, Irvan pun mengaku telah membaca skema yang dilakukan oleh caleg LL. Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena logistik yang dikeluarkan pun cukup besar.
“Skemanya sekarang kebaca. Oh di KPU ini ada yang main, tapi si calegnya. Caleg ini juga saudari LL, mungkin banyak berperan di situ karena memang logistik yang digelontorkan besar juga. Komisioner aja sampai Rp4 miliar, kalau bicara subjektif gitu, kan belum ada putusan pengadilan,” jelasnya.
Meski begitu, Ivan pun menyayangkan terkait tidak adanya laporan resmi soal berita-berita viral tersebut sehingga tidak ada tindak lanjutnya.
“Saya cek ke Bawaslu, ke Gakkumdu, jadi yang viral-viral di luar itu tidak ada laporannya seperti saya resmi,” ujarnya.
Terakhir, dengan adanya laporan ini, pihaknya mendesak Sentra Gakkumdu Jabar untuk segera melakukan penyelidikan atas dugaan tindak pidana pemilu tersebut.
“Dipertegas dengan adanya dugaan Komisioner KPU Jawa Barat inisial AN viral di media sosial, maka dengan adanya rangkaian peristiwa TSM tersebut, LBH mendesak Sentra Gakkumdu Jabar melakukan penyelidikan dan atau penyidikan atas dugaan tersebut,” ujarnya.
Sementara Ketua Bawaslu Jabar Zacky Muhammad Zamzam mengakui, bahwa pihaknya telah menerima laporan dari LBH BN. “Laporannya baru masuk hari ini,” ucap dia.
Menurut Zacky, pihaknya terlebih dahulu akan mengkaji dugaan tindak pidana pemilu di Kabupaten Garut tersebut. “Mau dikaji dulu syarat formil dan materilnya,” katanya. (IK)