GOSIPGARUT.ID — Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat di tahun 2022 ada sekitar 82,17 ribu orang dari 2,6 juta jiwa penduduk Garut masuk katagori miskin ekstrem. Jumlah tersebut meningkat sekitar 52 ribu jiwa dibandingkan pada tahun 2021 yang hanya 30,32 ribu jiwa.
Jumlah warga miskin ekstrem di Kabupaten Garut yang melonjak naik membuat prihatin banyak pihak. Apalagi Kabupaten Garut adalah daerah yang subur dan memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun ironisnya masyarakat miskin ekstrem menempati peringkat ke dua di Jawa Barat.
“Kabupaten Garut adalah daerah yang subur memiliki sumber daya alam yang melimpah, mengapa warganya bisa miskin ekstrem? Ibarat tikus mati di lumbung padi, ini berarti ada kebijakan yang salah,” ungkap praktisi hukum sekaligus sebagai Ketua DN KPA Yudi Kurnia saat dimintai tanggapan oleh GOSIPGARUT.ID, Sabtu (23/9/2023).
Ia menambahkan, kebijakan yang salah semakin salah kaprah ketika para pejabatnya malah studi banding ke luar negeri. Kata Yudi, studi banding bisa dilakukan jika negara tujuan memiliki potensi yang sama, budaya yang sama dan masyarakatnya sejahtera.
“Jika ke Eropa, mereka tidak memiliki kekayaan sumber daya alam dan justru bisa kaya karena mengambil sumber daya alam dari kita,” tandas Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) itu.
Menurut Yudi, untuk mengatasi masyarakat miskin ekstrem bukan dengan studi banding, tetapi dilakukan kajian secara konprehensif apa permasalahannya dan apa potensi yang ada di masyarakat sekitar miskin ekstrem yang bisa dikembangkan sehingga kebijakan yang dikeluarkan tepat sasaran.