GOSIPGARUT.ID — Seorang orangtua murid di Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, berkeluh kesah kepada media bahwa salah satu sekolah dasar (SD) tempat anaknya menuntut ilmu menawarkan buku lembar kerja siswa (LKS) untuk dibeli para murid.
Penawaran pembelian buku LKS itu, dijelaskan orangtua murid, dilakukan oleh para guru kelas di SD tersebut melalui grup watsapp. Padahal yang diketahui olehnya, buku LKS dibuat oleh guru dan guru bersangkutan mendapatkan honorarium pembuatan buku LKS dari dana biaya operasional sekolah (BOS).
“Kemudian buku LKS itu dibagikan kepada siswa secara gratis,” ujar orangtua murid seraya menjelaskan, kalau praktek jual paksa buku LKS kepada murid itu dibiarkan, tentu sangat memberatkan orangtua siswa apalagi di masa sulit seperti sekarang ini.
Menurutnya, pada Selasa pekan lalu, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Garut, Totong, pernah berbicara di acara talkshow “Bianglala Pagi” Radio Reks FM, bahwa pihaknya melarang sekolah-sekolah pada jenjang SD dan SMP untuk tidak menjual buku dengan dalih apapun.
“Namun ternyata larangan tinggal larangan, sementara praktek jual paksa buku terus berjalan melibatkan para guru kelas di sekolah-sekolah,” ujar dia.
Menanggapi kasus tersebut, Kepala Bidang Sekolah Dasar Disdik Garut, Ade Manadin, menguatkan pernyataan Kadisdik, Totong, bahwa pihaknya sudah membuat surat edaran bahkan himbauan langsung di berbagai kegiatan resmi Disdik, di mana penjualan buku LKS dan buku sejenisnya dilarang dilakukan pihak sekolah/guru.
“Yang seharusnya adalah buku LKS dibuat oleh guru sebagai lampiran dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) atau sejenisnya. Penggandan buku LKS itu pun harus menggunakan dana BOS sesuai jumlah peserta didik (tidak boleh mungut dari peserta didik),” terang dia, Jumat (24/7/2020).
Turut menanggapi larangan jual paksa buku di sekolah, seorang pemerhati pendidikan di Garut, Mukti Arif, mengatakan, sebenarnya kebijakan Kadisdik tentang larangan tersebut sudah bagus, tinggal para kepala sekolah/guru melaksanakan intruksi dari Kadisdik dengan rasa penuh tanggungjawab.
“Juga pihak sekolah harus melihat situasi, karena saat ini banyak masyarakat yang jadi miskin baru (misbar) di mana untuk membeli buku LKS dan sejenisnya sudah sangat sulit,” ujarnya. ***