GOSIPGARUT.ID — Pemerintah Provinsi Jawa Barat menegaskan langkah penambahan rombongan belajar (rombel) hingga 50 siswa per kelas sebagai bagian dari strategi darurat untuk menekan angka anak putus sekolah di tingkat menengah atas (SMA/SMK).
Kebijakan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, usai rapat di Kantor DPRD Jabar, Senin (4/8/2025).
Langkah penambahan kapasitas kelas ini diimbangi dengan penyediaan fasilitas tambahan seperti pendingin ruangan (AC) demi menjaga kenyamanan belajar para siswa di tengah keterbatasan ruang dan jumlah guru.
“Yang jelas ini ikhtiar konkret kita untuk mengatasi anak putus sekolah. Adapun dalam operasionalnya ada kekurangan, saya kira sambil berjalan kita perbaiki,” ujar Sekda Herman.
Tak hanya itu, Pemprov Jabar juga sedang memetakan kebutuhan ruang kelas baru (RKB) dan unit sekolah baru (USB) sebagai solusi jangka panjang. Upaya ini akan dilakukan berbasis data, agar pembangunan lebih tepat sasaran dan mampu memenuhi kebutuhan pendidikan di setiap wilayah.
“Kami mapping seluruh kebutuhan secara menyeluruh, agar tahu persis berapa banyak sekolah baru dan ruang kelas yang harus dibangun. Dalam tempo yang tidak terlalu lama, anak-anak kita harus mendapat layanan pendidikan terbaik,” tambah Herman.
Sekda Herman menekankan bahwa tujuan utama dari seluruh kebijakan ini adalah memastikan seluruh anak usia sekolah tetap dapat melanjutkan pendidikan, tanpa terkendala oleh keterbatasan daya tampung sekolah.
“Yang nomor satu adalah akses dulu. Tidak seperti membalikkan telapak tangan, ini butuh proses bertahap. Tapi prinsipnya, anak jangan sampai putus sekolah. Ini layanan dasar yang menjadi tanggung jawab pemerintah,” tegasnya.
Kebijakan ini sejalan dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Pencegahan Anak Putus Sekolah, yang menjadi prioritas dalam pembangunan sumber daya manusia di provinsi berpenduduk terbesar di Indonesia ini.
Dengan langkah ini, Pemprov Jabar berharap tak ada lagi generasi muda yang kehilangan kesempatan meraih pendidikan hanya karena persoalan teknis seperti keterbatasan ruang kelas. ***

.png)












