Berita

Kemiskinan di Garut, Aktivis: Warisan atau Bukti Kegagalan Satu Dekade Pemeritahan Rudy-Helmi?

×

Kemiskinan di Garut, Aktivis: Warisan atau Bukti Kegagalan Satu Dekade Pemeritahan Rudy-Helmi?

Sebarkan artikel ini
Galih F. Qurbani.

GOSIPGARUT.ID — Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam “Jawa Barat dalam Angka 2024,” Kabupaten Garut saat ini tercatat sebagai daerah termiskin kedua di Jawa Barat, tepat di bawah Kabupaten Bogor. Angka kemiskinan mencapai 9,77 persen atau sekitar 260.480 jiwa.

Hal itupun disikspi Penjabat Bupati Garut Barnas Adjidin, bahwa rilis BPS tersebut tidak mengada-ngada dan bisa saja merupakan fakta apabila merujuk pada indikator besarnya jumlah penduduk dan luasan wilayah Kabupaten Garut.

“Hal itu sangat mungkin, Garut ini kan luas dengan jumlah penduduk cukup banyak, jika dibandingkan dengan daerah lainnya di jawa barat,” katanya di sela monitoring Gerakan Pangan Murah (GPM) di Dinas Ketahanan Pangan Garut, belum lama ini.

Aktivis 98, Galih F. Qurbany, mengatakan fakta ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan di Garut bukan sekadar masalah jangka pendek, tetapi sudah menjadi persoalan struktural yang diwariskan dari tahun ke tahun, seolah-olah menjadi legasi yang tidak kunjung terselesaikan.

Menurut dia, persoalan kemiskinan ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah daerah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat miskin. Galih menuturkan, Garut sebenarnya memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang luar biasa, baik di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, hingga pariwisata.

Baca Juga:   Jadi Caleg DPR RI, Aktivis 98 Ini Sosialisasikan Program Prabowo-Gibran di Garut dan Tasikmalaya

Misalnya, kawasan pegunungan di Garut sangat ideal untuk pertanian dan perkebunan hortikultura, sementara kawasan pesisir menawarkan potensi perikanan yang dapat dikembangkan. Selain itu, keindahan alam Garut yang meliputi pegunungan, pantai, dan situs-situs budaya, merupakan modal besar untuk sektor pariwisata yang belum digarap optimal.

“Namun, potensi besar ini tidak pernah dikapitalisasi secara maksimal oleh pemerintah daerah dalam dua periode terakhir. Mengapa? Karena tidak adanya keberpihakan politik dan alokasi anggaran yang memadai untuk mengembangkan sektor-sektor produktif ini,” tegas Galih.

Ia menambahkan bahwa pengelolaan anggaran yang salah urus dan lebih mengutamakan proyek-proyek besar yang tidak berkelanjutan menjadi penyebab utama mengapa kemiskinan di Garut seperti sebuah warisan yang tidak pernah habis. Padahal, investasi yang tepat dalam sektor-sektor strategis ini bisa menggerakkan perekonomian lokal, menciptakan lapangan kerja, dan pada akhirnya mengurangi angka kemiskinan secara signifikan.

Baca Juga:   Bantuan Pertanian Diklaim Penyebab Kemiskinan di Garut Turun

Penting untuk dicatat, kata Galih, bahwa pengelolaan SDA yang buruk menciptakan disparitas antara potensi ekonomi dan realitas kesejahteraan masyarakat. Garut seharusnya bisa menjadi daerah yang makmur dengan kekayaan alam yang dimilikinya, namun yang terjadi justru sebaliknya.

“Kegagalan pemerintah daerah dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya untuk sektor-sektor kunci seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi menyebabkan stagnasi dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Kemiskinan ini seolah-olah dipelihara agar bantuan dari pusat dan provinsi tetap mengalir, tetapi tidak pernah benar-benar digunakan untuk memberdayakan masyarakat,” kritik Galih.

Ia menegaskan bahwa kebijakan pemerintah daerah selama dua periode terakhir hanya memberikan solusi sementara tanpa upaya jangka panjang yang berarti.

“Kemiskinan di Garut telah menjadi sebuah pusaran masalah yang tidak kunjung terurai karena tidak ada niat politik yang kuat untuk benar-benar memutus rantai kemiskinan ini. Selama kepemimpinan yang ada tidak mengubah cara pandangnya dan tidak mau berpihak pada rakyat miskin, maka kita akan terus melihat Garut terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan,” jelas Galih.

Ke depan, imbuh dia, penting untuk melakukan reformasi anggaran yang jelas dan terukur. Pemerintah daerah harus berani mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pengembangan infrastruktur dasar di pedesaan, pendidikan berkualitas, serta program pemberdayaan ekonomi yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin.

Baca Juga:   Tingkat Kemiskinan di Garut Alami Kenaikan Akibat Dua Tahun Pandemi Covid-19

“Selain itu, tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel juga diperlukan agar setiap dana yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat langsung bagi masyarakat yang membutuhkan,” ucap Galih.

Pernyataan Galih tersebut menegaskan bahwa untuk mengakhiri warisan kemiskinan di Garut diperlukan pemimpin yang benar-benar memahami potensi besar daerah ini dan mampu merumuskan kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin secara konsisten dan efektif.

“Sehingga dalam momentum pilkada saat ini seharusnya menjadi ajang refleksi bagi warga Garut, agar tidak boleh lagi asal pilih pemimpin yang mengakibatkan perpanjangan penderitaan dan warisan kemiskinan, akibat kesalahan manajemen rezim terdahulu dalam tata kelola keuangan yang tidak memiliki keberpihakan terhadap rakyat kecil,” pungkasnya. ***


Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News, WhatsApp Channel dan Telegram Channel
Konten berbayar berikut adalah iklan platform Recreativ dan MGID. Gosipgarut.id tidak terkait dengan materi konten ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *