GOSIPGARUT.ID — Masa panen telah tiba di Kampung Ciawitali, Desa Girimukti, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut. Puluhan petani tampak sibuk memanen hasil tanamannya di sawah dan ladang pada Senin (14/6/2021). Tak ketinggalan sejumlah penyuluh pertanian pun tampak hadir menyaksikan panen terakhir menjelang musim kemarau itu.
Ada empat penyuluh dari Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Cisewu yang saat mengunjungi lapangan untuk melihat langsung para petani di Kampung Ciawitali dalam memanen tanaman padi dan jagung. Di antara keempat penyuluh tersebut, terdapat dua penyuluh wanita yang kelihatan lebih aktif memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada petani.
Bahkan tak hanya itu, kedua penyuluh wanita bernama Kuraesin dan Tika tersebut pun sempat berfoto ria dengan para petani. Yang paling menarik keduanya sempat membeli hasil panen dari petani jagung sebagai rasa bahagia dan apresiasinya karena panen yang dialami petani saat ini cukup berlimpah.
“Ya, untuk petani jagung di Ciawitali, hasil panen kali ini terbilang cukup lumayan meski untuk hasil panen padi mengalami penurunan karena sebagian lahan pertanian di Ciawitali diserang hama tikus. Kendati begitu, para petani tampaknya merasa bahagia dengan panen tersebut lantaran berlangsung sesuai yang diharapkan,” ujar Kuraesin.
Ia menyebut, masa panen padi dan jagung di Kampung Ciawitali memang lebih awal dari daerah lainnya karena masa tanam di sini pun dilakukan lebih dulu. Mengapa demikian? Diterangkan Kuraesin, jika masa tanam di Ciawitali dilakukan serentak agak terlambat seperti di daerah lainnya, ditakutkan tanaman di lahan tadah hujan itu keburu masuk pada musim kemarau.
“Jika sudah masuk kemarau, ditakutkan tanaman mati karena tidak ada air atau kekeringan. Imbasnya petani di Ciawitali mengalami gagal panen,” ujarnya.
Menurut Kuraesin, meski keberadaan Kampung Ciawitali ada di bawah pegunungan namun sangat jauh dari sumber air atau irigasi yang masuk ke kampung itu sehingga ratusan hektare lahan pertaniannya hanya mengandalkan sistem pengairan dari hujan (tadah hujan).
“Petani di kampung ini sudah lama hanya bisa menggarap lahan pertaniannya pada musim hujan saja, atau dua kali tanam dalam setahun. Jika sedang musim kemarau, lahan pertanian di Ciawitali dibiarkan mengering dan hanya dijadikan areal untuk menggembala binatang ternak,” terangnya.
Hal senada dikatakan seorang petani bernama Ilan, bahwa pada bulan Juni ini saat memasuki musim kemarau. Di lahan pesawahan Kampung Ciawitali tidak bisa ditanami apa-apa ketika musim kemarau datang. Pasalnya, di musim itu seluruh lahan pesawahan di sini kering kerontang.
“Yang bisa kami lakukan, terpaksa membiarkan lahan pertanian jadi arena bermain anak-anak,” ujar dia.
Ilan menambahkan, tidak ada tanaman yang bisa ditanami di lahan ratusan hektare itu saat musim kemarau, kecuali rumput liar yang tumbuh dengan sendirinya. Kondisi demikian sudah berlangsung sejak dulu. Karena, meskipun Kampung Ciawitali berada di bawah pegunungan, namun di sana tidak ada sumber air yang memadai.
“Sawah dan kebun di sini hanya mengandalkan hujan dalam sistim pengairannya. Jadi tidak aneh kalau kami hanya bisa menanam padi selama musim hujan berlangsung, atau hanya dua kali tanam dalam setahun,” terang Ilan. (Galih Pawarti)