GOSIPGARUT.ID — Ahmad Nasir Ginanjar (38), seorang Penyuluh Pertanian dari Dinas Pertanian Kabupaten Garut, berhasil mencapai tahap finalis dalam ajang ASN Berprestasi tingkat Jawa Barat pada Sabtu, (12/10/2024).
Perjalanan Ahmad menuju kompetisi ASN Berprestasi dimulai pada awal tahun 2024, ketika Kepala Dinas Pertanian menunjuknya sebagai perwakilan untuk ajang tersebut.
Awalnya, Ahmad merasa ragu untuk ikut serta, mengingat sudah empat tahun Dinas Pertanian, tempat ia kerja selama 7 tahun, belum pernah mengirimkan kandidat dalam kompetisi ini. Namun, atas dorongan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Garut, ia akhirnya menerima tantangan tersebut.
Dari tiga kategori kompetisi (Inspiratif, future leader, dan inovatif), Ahmad memilih kategori Inovatif, sebuah kategori yang menurutnya paling cocok dengan karyanya. Inovasinya berjudul “Peningkatan Nilai Tambah Petani dengan Penggunaan Mini Huller Padi Portable Berbahan Bakar Gas.”
Inovasi ini terinspirasi dari kekhawatirannya akan menurunnya keuntungan yang diperoleh para petani penggarap padi di Garut akibat meningkatnya biaya produksi. Ahmad melihat bahwa banyak petani menyerahkan lahan mereka kepada pemilik sawah karena usaha tani padi sudah tidak lagi menguntungkan.
“Terus saya kaji kenapa ini terjadi gitu, ya ternyata analisa usaha padi itu makin nggak profitable,” ungkap dia, saat ditemui di rumahnya Perumahan Pamoyanan 2, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul.
Ahmad kemudian mencari solusi untuk meningkatkan pendapatan petani, khususnya melalui inovasi pada proses pasca panen.
Inovasi yang belum ada di Indonesia
Setelah melalui riset mendalam dan konsultasi dengan akademisi serta peneliti, Ahmad berhasil menciptakan mesin penggiling padi portable yang menggunakan bahan bakar gas, sebuah inovasi yang belum pernah ada di Indonesia.
“Mesin ini lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar dan menghasilkan rendemen (jumlah yang dihasilkan) padi yang lebih tinggi dibandingkan mesin penggiling eksisting (konvensional),” ujar dia.
Keberhasilannya dalam menciptakan inovasi ini diakui melalui HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau hak cipta yang telah diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Ahmad juga menguji kehandalan mesinnya di Balai Mekanisasi Pertanian, Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa mesin tersebut mampu menggiling padi dengan efisiensi yang lebih tinggi dari mesin eksisting.
“Setiap mesin itu ternyata wajib diuji.
Kalau nggak diuji, dan diperjual belikan, itu bisa kena perdata. Ini memang pertama untuk mensohehkan hasil mutu,” paparnya.
Perjalanan Ahmad Nasir Ginanjar dalam kompetisi ini tidaklah mudah. Dari 300 lebih peserta dari berbagai kabupaten/kota dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Provinsi Jawa Barat, ia berhasil lolos hingga tahap kedua yang diikuti oleh 100 kontestan.
Pada tahap presentasi di hadapan juri dari berbagai universitas terkemuka, Ahmad berhasil meyakinkan dewan juri tentang dampak besar dari inovasinya bagi kesejahteraan petani, yang kemudian membawanya ke enam besar, meski dengan inovasinya ini ia harus merogoh sakunya hampir Rp10 juta.
Mesin mini huller padi portable berbahan gas ciptaan pria berkacamata minus ini ini menunjukkan beberapa keunggulan signifikan dibandingkan mesin penggilingan padi eksisting berbahan bakar solar.
Mesin ini menggunakan gas sebagai bahan bakar utama, yang jauh lebih murah dan ramah lingkungan. Penggunaan gas mengurangi biaya operasional hingga sekitar 50 persen, sehingga lebih ekonomis bagi petani.
Ahmad secara rinci menggambarkan bagaimana efisiennya mesin ini. Biaya operasional bahan bakar dikalkulasi sangat murah, di mana hasil uji menunjukkan, dalam waktu satu jam menggiling, musin ini hanya menghabiskan 0,84 Kg gas, dan mampu menggiling 118 Kg beras, sehingga untuk satu tabung gas 3 Kg mampu menggiling 4 kuintal beras.
“Jika diasumsikan satu tabung gas Rp22 ribu per tabung, maka biaya penggilingan hanya Rp55 per kilogram,” jelasnya.
Sedangkan rendemen padi, dibanding mesin eksisting menggunakan bahan bakar solar, menghasilkan berkisar antara 60-62%. Ini berarti dari setiap 100 kilogram gabah, hanya sekitar 60-62 kilogram beras yang diperoleh.
Sementara mesin mini hulller portable berbahan gas, dari hasil uji laboratorium menghasilkan 68% lebih besar 6% dari eksisting karena proses penggilingannya hanya memerlukan sekali pengilingan, sehingga beras tidak sering tersosoh.
“Artinya, dari 100 kilogram gabah, petani bisa mendapatkan 65-68 kilogram beras. Peningkatan ini memberikan keuntungan lebih bagi petani, terutama dalam meningkatkan hasil produksi mereka,” ucap Ahmad.
Selain itu dengan harga harga relatif murah dan desain yang portable serta dimensi ruang yang kecil (lebar 60 cm, panjang 110 cm dan tinggi 120 cm).
“Mesin ini tidak memakan tempat apalagi suaranya tidak bising, sehingga cocok menggiling di tengah pemukiman,” ucapnya. Terlebih, kualitas yang dihasilkan dari mesin ini dapat menghasilkan beras dengan kualitas yang lebih baik, dan lebih menguntungkan untuk dijual di pasar. (Yan AS)