GOSIPGARUT.ID — Puluhan warga Kampung Cileuleuy, Desa Garumukti, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Garut, selaku penggarap tanah eks perkebunan PTPN VIII mendatangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum dan Manajemen (LBHM) Seroja-24 di Jalan Guntur Kencana, Kota Garut.
Maksud kedatangan mereka ke kantor lembaga bantuan hukum itu tak lain untuk mengadukan nasibnya yang merasa dirugikan oleh sejumlah oknum pegawai eks PTPN VIII (sekarang PTPN I).
Menurut mereka, oknum pegawai tersebut bekerjasama dengan oknum preman dan cukong tanah dari luar Kampung Cileuleuy, dan telah menyerobot lahan mereka yang sudah lama dikelolanya.
Seorang penggarap bernama Cucu (45) mengungkapkan bahwa pihaknya selaku penggarap pada 11 hektare lahan eks perkebunan PTPN VIII Sedep blok Pasirnyumput, sudah mengelola lahan tersebut sejak tahun 2020. Berbagai pengorbanan sudah dikeluarkan untuk membuka lahan itu agar bisa ditanami dengan baik dan produktif.
Namun, ketika lahan tersebut sudah menjadi area produktif, tiba-tiba diambil, diserobot, dan dikuasai begitu saja oleh pihak lain. Pihak penyerobot berdalih bahwa tindakan pengambilpaksaan yang dilakukan mereka karena sama-sama sudah mengantongi surat perjanjian kerja sama (PKS) dari pihak PTPN.
“Tentu kami sangat dirugikan oleh tindakan mereka itu,” ujar Cucu.
Ia merinci jumlah kerugian yang dideritanya. Jika saja setiap herktare lahan yang diolah sehingga menjadi lahan siap pakai dan produktif menghabiskan biaya sekitar Rp50 juta, maka untuk membiayai 11 hektare lahan mereka sudah menghabiskan biaya sebesar Rp550 juta.
“Bagi orang kecil seperti kami, jumlah pengeluaran biaya sebesar itu tidaklah sedikit,” tambah Cucu seraya menandaskan, bahwa pihaknya tidak akan menyerahkan lahan garapan begitu saja kepada pihak lain tanpa adanya pemberitahuan dan sosialisasi terlebih dahulu, apalagi ganti rugi.
Penggarap lainnya, bernama Redi (37) menambahkan, bahwa dari 11 hektare lahan yang digarapnya, sekitar 4 hekrare lahan di blok Pasirnyumput sudah mendapat izin pengelolaan dengan pola kerja sama berdasarkan PKS. Para penggarap pun telah membayar retribusi sebesar Rp20 jutaan per tahun.
“Sedangkan sisanya (7 hektare lagi) kami sedang menunggu persetujuan dari pihak kebun. Sambil menunggu terbit PKS berikutnya, lahan tetap diizinkan kepada kami untuk diolah sebagaimana mestinya,” ucap Redi.
Namun yang membuat warga penggarap kaget, tiba-tiba sekarang ini ada pihak lain — warga luar Kampung Cileuleuy — mengklaim telah memiliki PKS yang sama sejak September 2023 lalu. Dengan menggunakan oknum petugas PTPN, mereka berusaha merebut lahan yang dikelola warga penggarap dengan cara paksa.
“Mereka mengintimidasi kami, menakut-nakuti akan melaporkan kami kepada pihak kepolisian,” terang Redi.
Direktur LBHM Seroja-24 sekaligus kuasa hukum para penggarap, Asep Rahmat Permana, SHI, SH, mengatakan bahwa pihaknya siap mendampingi warga penggarap di blok Pasirnyumput, Kampung Cileuleuy, Desa Garumukti, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Garut, yang mendapat perlakuan sewenang-wenang dari oknum pegawai eks PTPN VIII.
“Saya sudah menyiapkann 28 advokat yang tergabung di kantor hukum kami untuk mendampingi dan membela warga penggarap di Kampung Cileuleuy,” kata Asep.
Ia pun menegaskan bahwa pihaknya akan melawan pihak-pihak yang mencoba mengusik dan mengkriminalisasi warga penggarap di Kampung Cileuleuy.
“Mestinya ini menjadi temuan pemerintah, ada apa di perkebunan Sedep eks PTPN VIII? Mengapa harus menganggu masyarakat eksisting, apakah hanya 11 hektare lahan milik perkebunan eks PTPN VIII yang bisa dikerjasamakan? Atau memang para oknum hanya ingin cari untung sendiri dengan mengorbankan masyarakat lain?” tandas Asep. (Yuyus)