GOSIPGARUT.ID — Pemerhati kesejarahan dan budaya, Oos Supyadin meyakini bahwa asal usul maenpo berasal dari tiga daerah Tatar Sunda bagian selatan, yaitu Garut, Tasikmalaya, dan Cianjur.
Kata Maenpo sendiri merupakan bahasa kirata Sunda yang bermakna maen poho, yang berasal dari kata maen (gerakan) dan poho (lupa). Kata ini dapat diartikan sebagai menipu gerakan, karena itu kemudian dipersingkat menjadi maenpo.
Cerita Maenpo ini diperkuat dari sejarah pencipta aliran Cimande yakni Abah Kahir (ada yang mengatakan Abah Sakir, Abah Khaer dan lainnya), karena pencak silat aliran Cimande sering disebut juga dengan nama Maenpo Cimande.
Abah Kahir belajar beladiri justru dari istrinya yang ahli dalam beladiri. Istrinya diceritakan selain mempunyai keahlian dalam beladiri juga menyaksikan pertarungan antara harimau (macan dalam bahasa Sunda) dan dua ekor monyet.
Salah seekor monyet membawa ranting dalam melawan harimau tersebut. Sedangkan yang satunya bertangan kosong. Dari peristiwa ini sang istri kemudian menciptakan jurus pamacan, pamonyet, dan pepedangan yang merupakan salah satu jurus andalan dari aliran ini.
Karena kehebatannya dalam beladiri, Abah Kahir kemudian dijadikan pamuk (guru beladiri) di lingkungan kabupatian oleh Bupati Cianjur yang bernama Rd. Aria Wiratanudatar VI (1776-1813) atau di kemudian hari dikenal dengan nama Dalem Enoh.
Bupati Aria Wiratanudatar VI memiliki 4 orang anak, yaitu: Rd. Aria Wiranagara (Aria Cikalong), Rd. Aria Natanagara (Rd. Haji Muhammad Tobri), Nyi Rd. Meumeut dan Rd Aom Abas (ketika dewasa menjadi bupati di Limbangan-Garut dengan gelar Aria Wiratanudatar VII).