GOSIPGARUT.ID — Dewan Pers meminta wartawan untuk tidak lagi (setop) menjadikan media sosial sebagai sumber berita, apalagi memasuki tahun politik. Karena saat ini medsos umumnya digunakan oleh pendengung (buzzer) sebagai sarana propaganda dan kampanye.
“Sekarang ada isu yang dilempar buzzer soal penamparan Wakil Menteri, sesuai dengan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik harus benar-benar diverifikasi dulu kebenarannya sebelum dijadikan berita,” kata Ketua Komisi Kemitraan dan Infrastruktur Organisasi Dewan Pers Asep Setiawan.
Menurut dia, pada era keterbukaan saat ini, masyarakat memiliki hak untuk memiliki dan mengakses media sosial. Namun di belakangnya, ada penumpang gelap berupa pendengung bayaran yang melempar berbagai isu.
“Ini menjadi tantangan bagi dunia pers dan wartawan untuk berhati-hati dalam menelaah dan menerima informasi,” ujar Asep.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan saat menerima informasi dianalisis dulu, apakah benar atau tidak. “Apakah masuk akal ada seorang menteri menampar wakil menteri di rapat kabinet? Kan tidak, karena itu jangan langsung dibuat beritanya,” tandas Asep.
Ia juga mengungkapkan Dewan Pers menerima pengaduan dari salah satu partai besar di Indonesia terkait pemberitaan satu media yang berjudul ketua umum partai tersebut pamer kekuasaan. “Padahal dalam peristiwa yang diberitakan tidak ada pamer kekuasaan,” ucap Asep.
Karena itu, ia kembali mengingatkan media massa berhati-hati dalam menulis berita mulai dari judul hingga teras. “Wartawan harus turun ke lapangan, memastikan apa yang terjadi, jangan hanya di kantor saja telepon sana-sini, lihat medsos, lalu bikin berita, ini bukan jati diri jurnalis profesional,” kata Asep.