GOSIPGARUT.ID — Lahan pertanian di wilayah Kabupaten Garut yang mengalami kekeringan pada kemarau 2019 terus meluas.
Dalam dua pekan terakhir, terjadi peningkatan signifikan untuk jumlah luas area persawahan yang kekeringan. Pada akhir Juni, persawahan kekeringan mencapai 1.226 hektar. Sementara pada 15 Juni ini, menjadi 2.075 hektar.
Ribuan penduduk Garut berprofesi buruh tani pun terancam mengalami rawan daya beli karena kehilangan pekerjaan akibat lahan pertaniannya tak bisa diolah bahkan gagal panen. Jika tak cepat ditangani, tidak menutup kemungkinan rawan pangan mengancam mereka.
Terlebih, beralih profesi menjadi buruh serabutan seperti menjadi tukang kuli bangunan pun bagi mereka saat ini tak mudah. Hal itu karena lambannya penyerapan anggaran pembangunan APBD Garut sektor infrastruktur yang kini dipertanyakan banyak kalangan.
Menurut Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Kabupaten Garut, Syarifudin, hingga 15 Juli 2019, di wilayah Kabupaten Garut tercatat seluas 2.075 hektare lahan sawah mengalami kekeringan. Seluas 497 hektare di antaranya mengalami gagal panen alias puso.
Sedangkan lahan sawah mengalami rusak berat mencapai seluas 353 hektare, rusak sedang seluas 627 hektare, dan rusak ringan seluas 598 hektare.
“Dari seluas 29.881 hektare tanaman padi sawah per 15 Juli 2019, yang terancam kekeringan saat ini mencapai seluas 3.912 hektare, tersebar di 258 desa di Kabupaten Garut,” ujar Syarifudin, Jum’at (19/7/2019).
Dikatakan, dengan meluasnya lahan sawah kekeringan, jumlah kepala keluarga petani terdampak sosial ekonominya pun bertambah dari semula sebanyak 6.130 orang dengan total anggota keluarga dihidupi sebanyak 30.630 jiwa, menjadi sebanyak 41.500 orang dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 124.500 jiwa.(IK/Yus)