GOSIPGARUT.ID — Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Supartoyo mengakui, belum ada teknologi yang sanggup memprediksi kapan terjadinya gempa megathrust.
Supartoyo mengatakan, megathrust merupakan suatu kejadian gempa bumi yang bersumber di laut akibat penunjaman, antara lempeng Indo-australia dan lempeng benua Eurasia yang membentang dari Barat Sumatera, Selatan Jawa, Papua, Sulawesi Utara dan Timur laut Halmahera.
“Hingga saat ini teknologi belum mampu memprediksi secara akurat kapan, di mana dan berapa besar. Jadi, kalau ada yang menyebut prediksi itu bisa dipastikan hoax,” ujar Supartoyo, Selasa 10 September 2024.
Supartoyo merinci, isu soal megathrust sempat muncul pada 2018, saat itu dikabarkan akan terjadi di selat Sunda dan mampu menciptakan tsunami lebih dari 30 meter. Kemudian 2022 juga sempat heboh dengan adanya serangkaian kejadian gempa bumi di selatan Jabar.
“Lalu sekarang ramai lagi, jadi sebenarnya isu megathrust itu bukan hanya tahun ini, tapi sudah berulang berkali-kali dan Alhamdulillah belum ada kejadian gempa bumi setelah isu itu timbul, kecuali gempa megathrust di Pangandaran 2006,” ucapnya.
Menyikapi kondisi ini, dia mendorong pemerintah dan masyarakat turut melakukan identifikasi mengenai wilayah-wilayah mana saja yang masuk dalam sumber gempa bumi megathrust. Mengingat, PVMBG telah menyamping peta rawan gempa ke kabupaten dan kota.
“Badan Geologi yang telah menyusun peta rawan gempa bumi dan peta rawan tsunami. Semestinya ini dipakai sebagai antisipasi, sewaktu-waktu apabila goncangan gempa bumi megathrust itu terjadi,” imbuhnya.