Jawa Barat

Jawa Barat Tempati Posisi Pertama Angka Penceraian Tertinggi, Garut di Urutan Berapa?

×

Jawa Barat Tempati Posisi Pertama Angka Penceraian Tertinggi, Garut di Urutan Berapa?

Sebarkan artikel ini
ILUSTRASI -- Perceraian pasangan suami istri.

GOSIPGARUT.ID — Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) mencatat bahwa Jawa Barat menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan angka perceraian tertinggi di Indonesia. Sementara Jawa Timur tercatat sebagai provinsi dengan pernikaan usia anak tertinggi Indonesia.

Mengatasi fenomena tersebut, Staf Khusus Menteri Agama bidang Media dan Komunikasi, Wibowo Prasetyo mengatakan, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam melakukan berbagai upaya salah satunya lewat bimbingan pranikah.

“Angka perkawinan anak yang tertinggi itu di Jawa Timur, sedangkan angka perceraian tertinggi ada di Jawa Barat,” ucap Wibowo di Kota Bandung.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat di 2023 terdapat 1.577.255 pernikahan di Indonesia. Di tahun 2023 pula tercatat 463.654 perceraian di Indonesia. Angka ini menurun 10,2 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yakni 516.344 kasus.

Baca Juga:   Jelang Paskah, Polda Jabar Siapkan Pengamanan Maksimal

Sementara itu pada 2023, BPS mencatat terdapat 317.715 pernikahan di Jawa Barat sedangkan terdapat 102.280 perceraian di Jawa Barat.

Berdasarkan wilayah, Kabupaten Indramayu menempati posisi pertama di Jabar dengan dengan angka perceraian tertinggi, yakni 8.827 kasus dan di tahun yang sama tercatat 15.590 pernikahan.

Adapun wilayah dengan perceraian terbanyak kedua di Jawa Barat ditempati Kabupaten Bandung, yakni 7.683 kasus, sedangkan di tahun yang sama terdapat 28.065 pernikahan.

Sementara di posisi ketiga angka perceraian tertinggi Jabar adalah Kabupaten Bogor dengan 7.376 kasus, dengan 32.136 pernikahan pada 2023.

Wibowo mengatakan, penyebab perceraian tersebut pun beragam, mulai dari tingginya pernikahan usia dini, faktor ekonomi, perselingkuhan, hingga masalah sosial dan budaya.

Baca Juga:   Pemdaprov Segera Bangun Pagar Pembatas dan Pasang Rambu di Masjid Al Jabbar

Wibowo mencatat 16.653 perkawinan anak di seluruh Indonesia dengan kasus tertinggi Jawa Timur di antaranya sebanyak 87 persen disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Selain itu, dia menyebutkan, belum matangnya usia anak untuk menikah seringkali menjadi penyebab terjadinya perceraian.

“Sehingga ini pentingnya anak-anak itu diberikan pengertian tentang pertahanan keluarga untuk bisa memberikan pengertian bahwa dibutuhkan kematangan sebelum dilaksanakan pernikahan,” ungkap Wibowo.

Tak hanya itu, Wibowo mengatakan, emosi yang belum stabil pada anak dapat pula menjadi penyebab adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada pernikahan anak usia muda.

“Seringkali juga ada KDRT dalam pernikahan anak, karena emosinya yang belum stabil. Karena masih anak-anak, seringkali emosi lebih mendominasi dibanding kebijaksanaan, sehingga belum bisa mengontrol emosi dan sebagainya di masing-masing pasangan,” lanjutnya.

Baca Juga:   42 MUI Kecamatan di Garut Mendapat Kendaraan Operasional

Di sisi lain, Wibowo menyampaikan, perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin terbuka juga tak bisa dipungkiri menjadi faktor penyebab tingginya angka perkawinan anak.

“Kedua, ada faktor ekonomi. Ketiga, masih ada pemahaman di masyarakat kita kalau sudah aqil baligh misalnya, itu sudah diperbolehkan untuk menikah,” paparnya.

Padahal, Wibowo menekankan, dalam Undang-undang sudah ditegaskan bahwa usia yang diperbolehkan untuk perempuan menikah yakni pada usia sudah menginjak 19 tahun.

“Sayangnya pemikiran di masyarakat Indonesia ini jika sudah aqil baligh, misalnya remaja putri umurnya sudah 13 tahun, itu sudah dianggap boleh menikah,” imbuhnya. (AB)


Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News, WhatsApp Channel dan Telegram Channel
Konten berbayar berikut adalah iklan platform Recreativ, Mixadvert, dan MGID. Gosipgarut.id tidak terkait dengan materi konten ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *