GOSIPGARUT.ID — Harga minyak akarwangi yang diproduksi pengusaha petani akarwangi di Kabupaten Garut mengalami penurunan cukup signifikan berkisar 10-20 persen sejak merebak pandemi Covid-19.
Penurunan harga terjadi karena terhambatnya perdagangan internasional akibat pandemi Covid-19. Pasalnya, minyak akarwangi sendiri bukan dikonsumsi di dalam negeri melainkan merupakan komoditas ekspor.
Per 30 September 2020, minyak akarwangi dihargai Rp1,8 – Rp2 juta per kilogram, dan minyak akarwangi kelas premium dihargai Rp3,5 juta per kilogram. Sedangkan akar basah dari tanaman akarwangi dihargai Rp2.500-Rp.5000 per kilogram.
“Harga minyak akarwangi sebetulnya fluktuatif, bergantung permintaan pasar dan kualitas minyaknya. Namun memang karena perdagangan internasional terganggu akibat pandemi Covid-19, harga minyak akarwangi mengalami penurunan,” kata Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, Ardi Firdian.
Ia menambahkan, sebelumnya, harga minyak akar wangi sekitar Rp2,5 – Rp3 juta per kilogram. Sedangkan kelas premiumnya dihargai sampai Rp6 juta per kilogram.
Ardi menyebutkan minyak akarwangi diperoleh dari hasil penyulingan akar tanaman akarwangi (vetiveria zizanoides) yang mengandung minyak atsiri sebagai bahan dalam proses pembuatan parfum, kosmetik, dan obat/bahan baku terapi. Sehingga budidaya tanaman yang disebut masyarakat lokal sebagai tanaman usar itu cukup prospektif.
Di Indonesia, Kabupaten Garut nyaris tak ada saingan sebagai penghasil minyak akarwangi. Sebagian besar minyak akarwangi di Indonesia terpusat di Jawa Barat, khususnya Kabupaten Garut.
Produksi minyak akarwangi Indonesia sendiri menempati urutan ketiga terbanyak di dunia, setelah negara Haiti, dan Bourbon. Tanaman akarwangi sering pula dinamai tanaman serai wangi, rumput akar wangi, atau vetiver. Di dunia dikenal dengan sebutan java vetiver oil.
“Daerah lain di luar Garut juga ada yang mengembangkan tanaman akarwangi ini namun lebih ke arah untuk konservasi lahan. Ada yang sempat memroduksi minyaknya, tetapi hasilnya tak sebagus yang dihasilkan di Garut,” kata Ardi.
Akar dari tanaman akarwangi juga bisa digunakan sebagai bahan baku produk kerajinan tangan. Kerajinan tangan dihasilkan pun terbilang istimewa karena memiliki aroma khas akarwangi.
Sentra budidaya tanaman akarwangi di Garut tersebar di Kecamatan Samarang, Pasirwangi, Bayongbong, Cilawu, Leles, Cigedug, Cikajang, dan Karangtengah. Namun yang memroduksi penyulingan minyak akarwangi hanya di Kecamatan Samarang, dan Kecamatan Cilawu.
Pada 2016, produksi minyak akarwangi di Garut mencapai 71 ton dari areal tanam seluas 2.360 ton.
Dengan nilai ekonominya yang cukup tinggi dengan rantai pengolahannya cukup panjang, Ardi menilai budidaya tanaman akarwangi berperan besar dalam peningkatan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja. (Zainulmukhtar)