GOSIPGARUT.ID — Leuweung Sancang, salah satu objek wisata ziarah di Kabupaten Garut yang banyak diburu pecinta wisata ziarah, ternyata merupakan cagar alam yang memiliki pohon langka di dunia karena pohon itu hanya tumbuh di Hutan Sancang.
Leuweung Sancang yang berlokasi di Desa Sancang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, itu juga terkenal karena mitos Maung Kajajaden (Harimau jadi-jadian) dan Kayu Kaboa.
Konon, Kayu Kaboa adalah jelmaan tongkat Prabu Kean Santang saat mencari-cari ayahnya yakni Prabu Siliwangi. Ajaibnya, Kayu Kaboa tidak ditemukan di hutan manapun dan hanya bisa tumbuh di hutan Sancang. Menurut kepercayaan sebagian orang, Kayu Kaboa memiliki kesaktian bagi pemiliknya.
Namun meski dipercaya memiliki kesaktian, pengunjung wisata ziarah dilarang menebang pohon Kaboa yang ada di hutan Sancang karena dilindungi Undang-undang.
Sedangkan nama Sancang sendiri konon diambil dari nama Prabu Kean Santang. Dari kata “Santang” menjadi Sancang dan terkenal hingga saat ini.
Kepala Desa Sancang, Deni Ruhimat mengakui bahwa cerita tentang keanehan Leuweung Sancang memang sudah tidak asing lagi. Namun, karena status cagar alam ada di wilayah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), masyarakat Desa Sancang tidak bisa memaksimalkan wisata ziarah yang ada di Leuweung Sancang.
“Leuweung Sancang tidak bisa dibuat wisata ziarah secara terbuka. Bagi peziarah yang datang memang diijinkan, tetapi ada aturan yang harus ditaati seperti tidak boleh merusak ekosistem yang ada di Hutan Sancang apalagi menebang pohon. Jalan juga tidak boleh diperlebar hanya cukup untuk kendaraan roda dua dan pejalan kaki,” terangnya, Rabu (12/9/2023).
Menurut Deni, pasca ilegal logging (penebangan liar) pada tahun 2002, kini kondisi Leuweung Sancang sudah kembali rimbun.
“Karena sudah puluhan tahun, Alhamdulillah pohon sudah kembali rimbun, masyarakat yang dulu kena dampaknya saat hutan habis dibabat yaitu saat musim kemarau kekurangan air bersih dan sering tertimpa bencana angin laut, kini musibah itu tidak ada lagi,” ujarnya.
Deni menambahkan, saat hutan habis dibabat, hewan yang ada di hutan seperti ular, harimau, dan babi hutan, masuk ke pemukiman penduduk. Tetapi kini tidak ada lagi karena kondisi hutan sudah rimbun.

Ia berharap, keberadaan hutan Sancang sebagai objek wisata ziarah bisa mendongkrak pendapatan masyarakat sekitar kawasan hutan.
“Saat ini baru sebatas tukang ojek yang mengantarkan peziarah, dari tiket masuk sebesar Rp5 ribu dimanfaatkan untuk pemeliharaan sarana prasarana menuju lokasi. Ke depan jika ada anggaran atau ada pihak investor yang berminat bekerjasama, bisa dibangun gapura pintu masuk, gapura lokasi ziarah, MCK, dan tempat sampah,” ucap Deni.
Ia menjelaskan, semua juru kunci di Desa Sancang memiliki ijin dan diakui pihak kepolisian setempat. Setiap peziarah bisa meminta bantuan juru kunci untuk diantar menuju ke lokasi ziarah.
Deni menuturkan, di Hutan Sancang ada beberapa lokasi wisata ziarah yang bisa dikunjungi seperti Gua Dunya, Gua Ciung Wanara, Batu Korsi, Batu Ucing, Batu Masjid, Batu Astana, Tangga Sarebu, Karang Gajah, Makam Pandita Rukmin, dan masih banyak lagi lokasi wisata ziarah yang bisa dikunjungi.
“Jika ada anggaran atau ada investor yang bisa bekerja sama, nantinya di lokasi wisata bisa dibangun gapura, MCK dan tempat-tempat sampah sehingga pengunjung bisa nyaman saat buang hajat dan tidak membuang sampahnya sembarangan,” harapnya.
Maung Sancang dan Kayu Kaboa
Leuweung Sancang terkenal dengan Maung Sancang, Maung ( Harimau) yang menghuni hutan Sancang, konon bukan hewan biasa melainkan hewan jadi-jadian.
“Jika peziarah kawenehan (tidak terduga) berpapasan dengan harimau di Hutan Sancang, maka harimau tersebut tidak akan mengganggu. Mereka adalah leluhur yang terikat perjanjian dengan Prabu Siliwangi menjadi pengikut Prabu Siliwangi, meninggal tidak dikubur tetapi berubah menjadi harimau dan menjadi penghuni Hutan Sancang,” jelas Deni Ruhimat yang juga juru kunci Hutan Sancang.
Adapun Kayu Kaboa, adalah kayu yang hanya tumbuh di Hutan Sancang. Konon Kayu Kaboa adalah jelmaan tongkat Prabu Kean Santang saat mencari-cari ayahnya, yakni Prabu Siliwangi yang menghilang saat dikejar-kejar oleh Prabu Kean Santang.
“Berdasarkan cerita turun temurun, konon Kayu Kaboa adalah jelmaan tongkat Prabu Kean Santang saat mencari-cari ayahnya,” kata Deni.
“Saat itu Prabu Kean Santang berujar, oh…boa-boa di dieu (jangan-jangan di sini ) sambil menancapkan tongkat dan berubah menjadi Kayu Kaboa,” pungkasnya. (Ai Karnengsih)