Jawaban inilah yang menarik untuk dibincangkan lebih serius. Seperti halnya jabatan wakil presiden, wakil gubernur, wakil bupati, wakil walikota, wakil menteri pun lebih banyak “mewakili” menteri dalam melaksanakan pekerjaannya. Apa yang dikerjakan wakil menteri sangat tergantung pada penugasan yang diberikan menterinya.
Bisa saja seorang wakil menteri hanya jadi penunggu kantor, karena hampir tidak pernah diberi tugas oleh menterinya. Hal yang sama, berlaku juga untuk wakil kepala daerah. Pernah terjadi di sebuah kabupaten ada wakil bupati yang mengundurkan diri, karena sejak dilantik dirinya hanya dijadilan pajangan saja oleh bupatinya. Aneh tapi nyata.
Dari tiga orang wakil menteri yang dilantik presiden, Wakil Menteri Pertanian dan Wakil Menteri Keuangan merupakan kader partai politik. Keduanya tercatat sebagai petinggi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), baik di pusat atau daerah. Satu wamen lagi, yakni Wakil Menteri Investasi, memang berasal dari pejabat eselon 1 di kementeriannya.
Keberadaan wakil menteri hanya sekedar pelengkap aturan yang berlaku, sesungguhnya dapat kita amati di berbagai kementerian. Salah satunya di Kementerian Pertanian. Sejak dirinya dilantik jadi Wakil Menteri Pertanian, jarang sekali dirinya tampil di publik. Akibatnya wajar jika masyarakat pun hanya sedikit yang tahu dan mengenalnya.
Wakil Menteri Pertanian, terkesan asyik sendiri, sehingga tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, menteri, sekjen, dan salah satu direktur di direktorat jenderal kementeriannya, pernah melakukan korupsi, grativikasi, pemerasan dan sebagainya, sehingga harus berujung di hotel prodeo. Sang menteri diganjar 10 tahun penjara, lalu sekjen dan direktur diganjar 4 tahun penjara.