GOSIPGARUT.ID — Babancong, bangunan unik yang berlokasi di antara Alun-alun dan Gedung Pendopo Garut memiliki beragam momen bersejarah yang menarik. Babancong dimaknai sebagai simbol kekuasaan bupati di kabupaten penghasil dodol dan jeruk itu.
Babancong memiliki fungsi sebagai tempat kehormatan bupati dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di alun-alun.
Bangunan dengan luas 15 meter persegi dan tinggi panggung sekitar 2 meter ini memiliki gaya bangunan khas Eropa, yang didirikan berbarengan dengan Gedung Pendopo, Masjid Agung Garut, Alun-alun Garut sekitar tahun 1813 di masa pemerintahan Bupati Limbangan (Garut) pertama, RAA Adiwijaya.
Mochamad Satria, menuturkan, dahulunya bangunan Babancong digunakan sebagai tempat untuk bersantai bupati. Selain tempat bersantai, di dalam Babancong pun terdapat beberapa alat musik yang salah satunya yaitu gamelan.
“Kemudian (Babancong) ini (digunakan) kalau ada acara-acara yang mengumpulkan massa atau rakyat banyak, bupati berdiri di sana, berpidato dan sebagainya,” ucap dia.
Di masa kolonial dulu, usai pelaksanaan Salat Ied di Masjid Agung, bupati beserta pejabat lainnya kemudian melaksanakan open house di Gedung Pendopo. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan tradisi hiburan berupa pertunjukan “adu bagong” atau “adu domba” yang digelar di area alun-alun.
“Sekarang masih ada istilahnya (yaitu) ngadu bagong, jadi anjing memburu bagong. Kalau ke sininya, ngadu domba, pertunjukannya berubah jadi adu domba,” ucapnya.
Di tahun 1936 sendiri, lanjut Satria, terjadi tragedi gamelan di area Babancong hilang karena dicuri. Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh aparat keamanan setempat, gong tersebut ditemukan berada di Pegadaian Bayongbong.
Babancong yang menjadi salah satu ikon Kabupaten Garut ini, tak luput dari momen bersejarah. Seorang proklamator, Presiden Republik Indonesia pertama yaitu Ir. Soekarno pernah berkunjung ke Kabupaten Garut serta melakukan pidato yang disambut antusiasme oleh warga Garut.
Kedatangan sang proklamator ini merupakan respon dari pemerintah pusat, terhadap proklamasi Negara Pasundan, yang diinisiasi oleh mantan Bupati Garut, Soeria Kartalegawa di Bandung pada tanggal 4 Mei 1947. Presiden Soekarno saat itu datang dengan didampingi oleh Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta, dan Perdana Menteri, Amir Sjarifuddin.
“Soekarno berusaha memobilisasi massa dan ternyata sebagian besar masyarakat menolak negara Pasundan,” ungkapnya.
Dengan keunikan dari bangunan Babancong yang berbentuk persegi delapan atau oktagon, Babancong sangat layak untuk menjadi ikon dari Kabupaten Garut. Satria menyampaikan, Babancong dapat dipersepsikan sebagai gazebo unik dengan gaya bangunan Eropa, yang juga memiliki nilai tradisional.
Nilai tradisional tersebut dapat dilihat dari bentuk Babancong yang seperti _saung_ (rumah tradisional) dengan tiang-tiang melingkar berbentuk persegi delapan. Mengingat Babancong yang bertempat di Alun-Alun, Alun-Alun sendiri berasal dari tradisi Mataram, di mana hamparan pasir yang tertiup angin terlihat bergerak seperti ombak di lautan yang mengalun.
“Nah saya membayangkan seperti itu, jadi Gazebo ini, Babancong ini saung yang berada di atas lautan atau balong lah kalau kebanyakan di Priangan, saung di atas balong, tempat _niis_ gitu. Cuman kalau yang unik itu, dari tiang, dari bangunan, ini bangunan Eropa,” ujarnya.
Mengingat masyarakat yang masih belum banyak mengetahui keunikan bangunan Babancong, Satria berharap Babancong dapat dipertahankan fungsinya sebagai podium upacara sehingga dapat lebih dikenal oleh masyarakat Garut. (Nindi N)