Fenomena Gibran
Kembali pada prespektif fenomena. Sesunggunya Gibran adalah prodak zaman, yang suka atau tidak suka, disengaja atau tidak disengaja, pada akhirnya akan tetap hadir sebagai bagian yang tak terpisahakan dalam interaksi sosial politik bangsa.
Sebenarnya secara historis, mereka yang yang dikatagorikan masyarakat idependen itu embrionya sudah lebih dahulu lahir di berbagai negara. Bukankah sejak dulu, Banyak bangsa yang mimilih calon pemimpinya adalah orang yang berada di garis berbeda dengan tradisi klasik para pendahulunya.
Karena itu, istilah terobosan pun hadir sebagai akselarasi perjalanan peradaban manusia. Sekalipun di waktu kelahirannya selalu saja diiringi sikap “under estimete” dari banyak orang khususnya para elit lama.
Tak terkecuali Gibran Fenomenal. Padahal meskipun disebut terobosan, Gibran Fenomenal sama sekali bukanlah jalan kekerasan. Di belakangnya ada dorongan hukum alam yang disebut arus tuntutan zaman, selain berpotensi menjadikanya sebagai pemenang, Gibran Fenomenal pun berpotensi jadi pemicu munculnya arah baru perjalanan negara dan bangsa di masa depan.
Penting saya tegaskan, bahwa yang saya maksud dalam pembahsan ini bukan Gibran sebagai individu yang kini menjadi calon wakil presiden, tapi Gibran sebagai peristiwa politik juga simbol dari pikiran, gaya dan budaya masyarkat “posidiologi indonesia”. Masyarakat yang bukan hanya secara kuantitas lebih besar jumlahnya dibanding anggota partai manapun. Tapi juga masyarakat yang bebas aktif dan tidak memiliki keberpihakan politik secara permanen. Yang padahal kelompok masyarakat ini biasanya hanya dijadikan bahan rebutan kelompok politik, dan tokoh ormas ketika waktu menjelang pemilu. Karena sekali lagi jumlah mereka adalah penentu.