GOSIPGARUT.ID — Malang nian nasib Cahyadi Junaedi Firmansyah (13), warga Kampung Campaka Bawah, Desa Neglasari, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, sudah tiga tahun hanya bisa berbaring di atas sehelai kasur lusuh.
Anak laki-laki yang seharusnya duduk di bangku sekolah itu, kini hanya terbaring di atas tempat tidur sambil menahan sakit karena baut besi bekas operasi masih menempel di punggungnya.
Semua aktivitas Cahyadi Junaedi Firmansyah dilakukan dari atas tempat tidur, neneknya yang selalu telaten mengurus dan mengganti pampers.
Ketika disapa, Cahyadi hanya melirik dan matanya tetap fokus pada layar smartphone karena satu-satunya hiburan dia saat ini hanyalah YouTube dan games.
Cahyadi Junaedi Firmansyah harus kehilangan masa kanak-kanaknya akibat penyakit tuberkulosis (Tb) tulang yang ia derita sejak beberapa tahun terakhir.
Saat disambangi di kediamannya, Cahyadi hanya ditemani sang nenek bernama Enung (70) yang kini sudah sakit-sakitan. Mereka tinggal bertiga bersama kakek Cahyadi yang juga sudah renta.
“Sumuhun sareng Emak wae di dieu da mamahna damel di Subang (Betul tinggal di sini sama emak karena mamahnya bekerja di Subang),” tutur Enung, Kamis (24/2/2023).
Raut muka Enung kian bertambah sedih saat menceritakan bahwa ayah Cahyadi meninggal dunia sehari sebelum dia dilahirkan.
“Ayahnya meninggal dunia sehari sebelum dia lahir dan ibunya pergi bekerja saat Cahyadi berusia dua tahun karena tidak ada biaya hidup sehari-hari,” ungkap Enung pilu sambil sesekali menyeka air mata.
Diceritakan Enung, awalnya Cahyadi sakit diduga karena terjatuh.
“Mungkin karena terjatuh terus ada yang bilang kok jalannya bungkuk. Setelah itu beberapa kali dibawa ke dokter sampai akhirnya tahun 2019 sempat dibawa ke RSHS Bandung, dioperasi. Seharusnya dibawa lagi ke Bandung untuk kontrol,” urainya.
Enung mengaku, ia tidak memiliki biaya untuk membawa kontrol Cahyadi ke rumah sakit. Sebab, jangankan untuk itu sementara untuk keperluan popok dan makan sehari-hari saja hanya mengandalkan penghasilan dari kakeknya sebagai buruh tani dan uang kiriman dari ibunya sebesar Rp250 ribu sebulan.
Enung berharap cucunya bisa sembuh seperti sedia kala namun dia bingung dari mana mendapatkan biaya untuk ongkos dan biaya hidup jika harus ke rumah sakit. Karena untuk ongkos ke rumah sakit saja tidak kurang dari Rp200 ribu satu kali jalan.
“Kahoyong mah damang deui da Emak atos kolot, atos sagala karaos. Ari kedah ka rumah sakit, ti mana biayana? (Berharap bisa sembuh seperti sedia kala karena emak sudah tua dan sakit- sakitan juga. Kalau harus ke rumah sakit, dari mana biayanya?),” pungkasnya. (Ai Karnengsih)