Oleh: H. Cecep R. Rusdaya
BUKAN karena gagasan bahwa ujian nasional (UN) harus dihapus dan atau digantikan sistimnya dalam debat Cawapres 2019, namun telah sejak lama penyelenggaraan UN diperdebatkan di berbagai kalangan pemerintah maupun masyarakat.
Bukan karena ujian akhir di suatu jenjang sekolah itu tidak perlu, namun sistim ujian sebagai suatu kegiatan evaluasi proses pendidikan perlu dirumuskan kembali hakekat, cara, dan tujuannya.
UN merupakan bagian dari penyelenggaraan pendidikan yang didasarkan pada Pasal 35 Ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, penyelenggaraan UN sering dipersoalkan, karena dinilai bertentangan dengan Pasal 58 Ayat (1).
Bahwa, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Dalam forum rapat-rapat DPR, perdebatan yang terjadi adalah adanya ketentuan bahwa UN menjadi penentu kelulusan siswa, sedangkan dalam kenyataan belum semua siswa di Indonesia memiliki kualitas yang sama dengan sarana fasilitas masing-masing sekolah yang tidak sama pula.
Alangkah kurang arif bijaksana, manakala mengukur mutu pendidikan secara nasional dengan soal tes yang sama bagi seluruh sekolah, padahal sarana fasilitas setiap sekolah itu tidaklah sama.
Konon, pemerintah begitu besar mendanai penyelenggaraan UN setiap tahunnya baik dari APBN maupun APBD. Alangkah tidak efektif dan efisiennya jika untuk menentukan ukuran standar pendidikan nasional harus menelan biaya besar apalagi sampai menggunakan bantuan keuangan luar negeri, karena yang harus didanai dalam unsur pendidikan itu bukan hanya faktor evaluasi saja.